Patah Kaleng ‘street football ala Papua’ lahir karena bola yang mahal dan langka
Jayapura, PG-Patah kaleng lahir karena saat itu anak anak Papua sangat sulit mendapat bola, apalagi bola saat itu masih menjadi barang mahal. Hingga tak heran kalau anak anak di Kota Jayapura hendak mencari bola gratis seperti bola tenis harus mencari di sekitar lapangan tenis.
Bola tenis bisa memantul dan sangat enak dimainkan oleh anak anak di sekitar Dok V sampai di Bhayangkara. Bayangkan saja setiap jam istirahat sekolah anak anak di SD YPK Paulus Dok V selalu bermain patah kaleng dengan menendang nendang bola kecil bernama bola tenis. Terkadang Theodorus Bitbit salah satu mantan bek timnas dan juga alumni SD Paulus teringat akan salah satu rekannya Elly Tiba (alm) mantan kiper Persipura era 1980 an, berani membuang diri dan menerkam bola tenis yang kecil ketika jam istirahat sekolah di SD Paulus Dok V kala itu.
Alumni SD YPK Dok V yang pernah menjadi pemain timnas maupun Persipura sebut saja John Saroge, Theodorus Bitbit eks timnas dan Arema FC, Ian Luis Kabes kapten Persipura dan eks Timnas, David Werbekay eks bek Persipura dan Corneles Eiybe serta Daniel Mauri eks striker Persipura era 1980 an dan masih banyak lagi.
Karena harga bola yang mahal dan barang langkah di tanah Papua waktu itu sehingga hanya keluarga tertentu saja yang memiliki bola kaki. Biasanya di kompleks kalau ada keluarga yang punya bola, maka anak anak satu kompleks ikut bermain sepak bola. Berawal dari halaman rumah atau kintal dalam bahasa Belanda hingga bermain di jalanan. Anak anak kompleks bawah melawan mereka yang tinggal di kompleks atas. Skor biasanya berlanjut bisa dari 1-0 sampai berakhir 29- 30 atau bahkan lebih tergantung pertandingan bersambung.
Namun patah kaleng mulai berubah alias turun animonya ketika harga bola mulai murah terutama bola plastic hingga terbuat dari kulit. Begitupula dengan pertandingan gawang mini hingga akhirnya futsal mulai popular di tanah Papua. Kini
Jubi pemrakarsa turnamen Patah Kaleng
Patah kaleng adalah model sepak bola yang telah lama tumbuh dan berkembang di kalangan anak-anak pada hampir seantero tanah Papua. Bahkan usianya pun sudah lama, sesuai dengan laju pertumbuhan masyarakat Papua. Namun tidak ada satu upaya untuk mempertahankan dan menyelenggarakannya sebagai pertandingan antar anak-anak SD di Papua.
Baru kali ini Tabloid Jubi dan Foker LSM memprakarsai sebuah pertandingan sepak bola patah kaleng di Lapangan Sepak Bola Mini Perumnas Dua Waena. Pertandingan ini hanya diikuti oleh 12 peserta, masing-masing SD dan dua klub sepak bola di Kota Jayapura.
Kompetisi ini berlangsung dari tanggal 5 September sampai dengan 19 September 2009 lalu. Semula banyak pihak merasa sulit untuk menyelenggarakannya karena belum ada aturan-aturan pertandingan baku dan modul-modul aturan tentang sepak bola patah kaleng.
Atas inisiatif beberapa pihak, khususnya Pemred dan crew Tabloid Jubi dan rekan-rekan mahasiswa Penjaskes Uncen Jayapura yang bertugas sebagai wasit serta Insprektur Pertandingan (IP) memulai membuat aturan dan ukuran lapangan serta jumlah pemain.
Ukuran bola kecil dan jumlah pemain semula enam orang dikurangi menjadi lima orang saja. Itu bukan berarti tidak ada kemungkinan penambahan pemain, penambahan bisa berlangsung sesuai ukuran lapangan. Karena yang bermain anak-anak di bawah usia 12, maka waktu yang disepakati adalah 25 menit plus waktu rehat 5 menit.
Ada aturan tendangan pojok, bola out, hands ball, tidak ada off side, tendangan pinalty memakai tumit dan berbalik belakang, tendangan bebas penjaga kaleng wajib mengangkat satu kaki. Hampir sebagian besar aturan masih mengikuti aturan baku sepak bola dan futsal.
”Yang jelas inti dari pertandingan sepak bola patah kaleng anak-anak bisa bahagia dan senang bermain bola,” ujar Victor Mambor, Pemred Tabloid Jubi kala itu.
Maksud penyesuaian pemain dengan ukuran lapangan agar tidak ada penumpukan pemain di tengah lapangan, sehingga mempersulit pemain untuk menjatuhkan kaleng. Jika menyimak pertandingan patah kaleng sesungguhnya tidak ada aturan baku, dan pemain bebas bermain.
Bahkan tidak ada bola out dan aturan yang berlaku hanya hands ball. Permainan ini menjadi sangat terkenal karena biasanya dilakukan pada kompleks kompleks permukiman. Misalnya saja blok anak-anak bawah melawan anak-anak blok atas. Pertandingan patah kaleng di kompleks biasanya terus berlanjut hingga besok, singkatnya point-nya akan terus bertambah. Kalau hari ini skor akhir 3-2 maka besok terus berlanjut hingga terkadang skor menjadi 12-9.
Dalam pertandingan patah kaleng, pasti akan melahirkan anak-anak yang pintar gocek atau istilah anak-anak Papua disebut ”kepala goreng bola”. Yang jago goreng bola ini mampu mengacak pertahanan lawan dan memborong gol. Dia mampu mengecoh lawan sampai tiga empat orang dan langsung menjatuhkan kaleng.
Sisi negatif dan bahaya dari pertandingan patah kaleng jalanan ini adalah kalau terjadi pelanggaran bisa fatal dan terkadang bisa keseleo, bahkan mungkin patah kaki. Upaya Tabloid Jubi menyelenggarakan pertandingan patah kaleng ini jelas telah menambah perbendarahan model sepak bola di dunia, mulai dari gawang mini, sepak bola futsal dan sepak bola pantai. Persoalan sekarang adalah bagaimana terus melakukan penyempurnaan agar dalam kompetisi selanjutnya bisa lebih baik dan berhasil melahirkan bintang-bintang muda Papua ke depan.
Dalam pertandingan Patah Kaleng Tabloid Jubi dan Foker LSM telah melahirkan anak-anak usia 12 berpotensi bagi kemajuan sepak bola di tanah Papua. Top skore ada dua anak, masing-masing Laban dan Yosua Matulesi dengan torehan empat buah gol atau empat kali menjatuhkan kaleng yang dikawal ketat pemain belakang. Kemudian para pemain sudah memiliki pola menyerang dan juga bisa mengatur tempo permainan. Para peserta termasuk para guru merasakan pentingnya turnamen patah kaleng agar kompetisi bisa terus berputar dan mampu melahirkan pemain Papua yang handal di kemudian hari.
Anak-anak peserta sepak bola patah kaleng juga merasa gembira dan senang dengan turnamen ini. Bahkan anak-anak SD Inpres Bertingkat Perumnas Satu Waena sampai kecewa karena gagal meraih kemenangan. Pasalnya SD Inpres 6.88 Perumnas Satu dan SD Inpres Bertingkat Perumnas Dua Waena merupakan dua lawan tangguh yang pernah saling berhadapan pada turnamen lainnya di Kota Jayapura.
Pada pertandingan sebelumnya di Jayapura ternyata SD Inpres 6.88 harus mengakui kelebihan SD Inpres Bertingkat. Namun dalam Patah Kaleng Tabloid Jubi dan Foker LSM ternyata SD Inpres 6.88 Perumnas Dua Waena mampu membalas kekalahan mereka dan meraih hadiah piala dan dana pembinaan sebesar satu juta rupiah. Beruntung SD Inpres Bertingkat masih meraih pemain terbaik atas nama Vicky anak kelas VI SD. Dia mendapat hadiah uang Rp 300.000,- dan buku berjudul Persipura Mutiara Hitam Sepak Bola dari Negeri Cenderawasih.(*dominggus a mampioper)