Metode Montesorri dilaunching 9 Agustus di Sekolah Asrama Taruna Papua
Menghormati perkembangan anak merupakan salah satu fondasi kelas Montessori
TIMIKA, papuagoal.com– Ini merupakan pertama kali di tanah Papua belaja metode Monstestori dari Italia diajarkan di Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) di Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Jurnalis Papua Goal pada Sabtu (3/8/2024) sempat berkunjung ke klas Montestori tampak anak anak kelas 1 sangat bergembira dan bebas bermain menggunakan alat peraga dan mengenal huruf serta angka.
Salah satu program yang dilakukan SATP, yakni ‘Montessori Clas’ (kelas Montessori). Program inu diluncurkan pada Jumat (9/8/2024), ditandai dengan pemukulan tifa oleh Senior Vice Presiden Community Development PTFI, Nathan Kum, Wakil Direktur Grant Making YPMAK, Yohan Wambrauw, dan Ketua Yayasan Pendidikan Lokon (YPL) Perwakilan Timika, Andreas Ndityomas.
Yayasan Pendidikan Lokon (YPL) dari Sulawesi Utara mengelola SATP Mimika sebagai , mitra pendidikan dari Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia.
Montessori adalah metode pendidikan untuk membantu anak mencapai potensinya dalam kehidupan. Mereka secara bebas mengembangkan kreatifitasnya melalui gambar dan kertas serta permainan.
Metode ini menekankan kemandirian dan keaktifan anak dengan konsep pembelajaran langsung melalui praktik dan permainan kolaboratif.
Untuk menjalankan metode Montessori, SATP menyiapkan tiga kelas khusus dengan pendamping yang didatangkan dari Yogyakarta.
Kepala YPL Timika, Andreas Ndityomas mengatakan, program Montessori merupakan bagian dari pengembangan kurikulum pendidikan berbasis kehidupan kontekstual Papua.
Pada pelaksanaan pembelajaran, YPL menemukan anak-anak Papua membutuhkan pendampingan khusus. Pendampingan khusus ini lebih kepada bagaimana peserta didik bisa memahami segala hal, mulai bentuk, ukuran, maupun lainnya.
“Inilah yang mendorong kami melakukan kajian kebutuhan riil anak-anak Papua di SATP. Dari kajian itu, kami temukan alur belajar berdasarkan pengalaman nyata bersama siswa, guna membangun teori dan karakter sebagai pengetahuan (teori, prinsip, teknik, dan entrepreneur),” katanya.
Dia mengatakan saat melakukan kajian, pihaknya juga mendatangi sekolah-sekolah internasional. Tujuannya untuk mendapatkan referensi pelaksanaan pola dalam pelaksanaan pembelajaran.
“Nah, di Sekolah Montessori Yogyakarta, kami menemukan metode kurikulum yang pas untuk gap (selisih atau celah) antara anak masa sensitif belajar untuk bisa masuk ke kurikulum merdeka belajar,” tambahnya.
Metode untuk mengurangi gap itu adalah program Montessori. Karena di program Montessori, logika, karakter, ketelitian diatur dalam proses pembelajaran. Namun pada program kelas Montessori, pihaknya tidak melepas kurikulum (merdeka belajar) yang ada, tetapi diintegrasikan.
“Melalui program ini, kedepannya apabila ada perubahan kurikulum, tapi desain khas Papua di SATP terus dikembangkan. Apalagi di program kelas Montessori mendidik dengan hati sebagai manusia utuh,” katanya.
Ia menambahkan, dengan pelaksanaan metode Montessori tentunya ada evaluasi yang akan dilakukan.
Diperkirakan 3-6 bulan anak-anak yang ikut program bisa naik level. Kalau sudah naik level, maka tingkat afektif, kognitif, dan behavior sudah matang dalam menjalani tahapan berikutnya,” ujarnya.
Ketua Program Pengembangan Montessori SATP, Theodora Karmayanti Widyaningsih menjelaskan, metode Montessori bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak terutama di tingkat SD. Dalam arti kualitas lulusan SATP memiliki kemampuan baik personal maupun akademik.
Dikatakan metode Montessori memberikan ruang kepada anak-anak untuk mengembangkan keunikan dan karakteristik. Dalam arti metode ini adalah sebuah pendekatan pendidikan menggunakan beberapa hal secara detail untuk bisa masuk dalam pembelajaran di kelas.
“Melalui metode ini anak-anak belajar mengetahui bagaimana melakukan sesuatu, baik hubungan sosial maupun lainnya secara integrasi. Jadi tidak dengan kata-kata tetapi melakukan aktifitas dengan seluruh sistem yang ada,” katanya.
Menyangkut kurikulum merdeka belajar lanjut dia Montessori sudah ada sejak 1900an. Sehingga jika ditanya bagaimana hubungan antara keduanya, maka hal itu adalah sejalan. Namun Montessori sudah maju ke depan, karena sudah memasukkan unsur filosofi tentang anak dan pendidikan. Serta perkembangan anak diperhatikan dalam metode ini.
Metode ini juga memberi ruang untuk anak berkompetisi dan memberikan kesempatan bereksplorasi dan mendapatkan ‘real world experience’ (pengalaman baru).
“Jadi ini merupakan metode umum berdasarkan karakteristik dan kebutuhan anak, mulai dari tumbuh kembang seorang anak. Dalam arti, bagaimana karakteristik anak di usia tertentu baru kurikulumnya jalan. Sehingga, Montessori mendukung kurikulum merdeka belajar yang sedang dijalankan,” katanya.
Apa itu Monstestorri ?
Mengutip www.usnews.com menyebutkan bahwa Pendidikan Monstessori pertama kali diciptakan oleh Maria Montessori, ia adalah dokter wanita pertama di Italia, pekerjaannya di klinik psikiatri pada akhir 1800 an mendorong minatnya dalam perkembangan anak. Hal ini membuatnya melanjutkan stusi pendidikan, filsafat, dan psikologi serta membukan pra sekolah di Roma pada 1907.
Montestorri menyadari pentingnya memberi anak anak rasa memiliki atas pembelajaran mereka. Metode pengajarannya berpusat pada anak dan berhasil menjadi popular dan selama beberapa decade berikutnya. Maria Montesstori menulis dan menyelenggarakan program pelatihan guru di seluruh Eropa. Pengaruhnya dengan cepat mencapai Amerika Serikat, tempat sekolah sekolah yang terinspirasi Montessori ini telah berkembang selama beberapa decade.
Lebih dari 3000 sekolah Montessori telah beroperasi di AS, menurut Pusat Nasional Montessori di Sektor Publik dan sekitar 570 diantaranya sekolah negeri. Model pelajaran ini benar-benar memahami kebutuhan anak anak di masa ketika perkembangan anak belum tenti menjadi bagian dari sekolah pada umumnya.
Menghormati perkembangan anak merupakan salah satu fondasi kelas Montessori. Siswa yang menguasai keterampilan tertentu bebas melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dari ekspetasi tingkat kelas pada umumnya. Sementara mereka yang belum siap dapat membutuhkan waktu lebih lama. Memberikan anak pilihan tersebut merupakan karakteristik penting dari pendidikan Montessori.(*dam)