Persipura di persimpangan jalan
Oleh : Dominggus A Mampioper, senior editor Jubi.id
Jika ditilik dari sejarah klub kebanggaan masyarakat Papua ini, sebenarnya klub berjuluk Mutiara Hitam ini berangkat dari sebuah klub amatir, pertama kali diprakarsai oleh Ketua Umum Pertama Persipura Pdt Mesack M Koibur pada 26 Mei 1965.
Waktu itu klub-klub amatir di Sukarnopura bersepakat di Mess GKI APO membentuk klub Perserikatan bernama Persatuan Sepak Bola Sukarnopura dan sekitarnya (Persipura) hingga akhirnya berubah menjadi Persipura Jayapura sampai sekarang.
Kemudian Persipura beberapa kali mengikuti kompetisi Perserikatan mulai dengan naik kapal ke Ambon dan Makassar. Sejak itulah istilah Kontiki muncul ketika Hengky Heipon dan kawan-kawan berkompetisi ke Ambon naik kapal laut. “Suatu kali kapal motor mogok dan kita berlatih di pelabuhan Sorong sambil menunggu perjalanan menuju Ambon,”kenang mendiang Gento Rumbino ujung tombak Persipura kala itu.
Tak heran kalau Benny Jensenem bek kanan Persipura menambahkan kala itu Persipura di perkuat oleh pemain yang berasal dari seluruh tanah Papua. Bob Sapay memiliki tendangan geledek keras asal Merauke, Hengky Heipon dan Tinus Heipon dari Yapen, Yafet Sibi dari Kayu Pulo dan masih banyak lagi. “Jadi bagi saya Persipura adalah etalase sepak bola anak anak Papua,”kata Jensenem Ketua Asosiasi Mantan Pemain Persipura (AMPP).
Prestasi Persipura selama berkutat di Liga Perserikatan hanya meraih Piala Soeharto Cup bersama klub bernama Mandala Jaya merupakan skuad utama Persipura, 1976. Sejak itulah Andy Ayamiseba mengontak Johanes Auri dan Timo Kapisa yang sedang ikut TC Timnas Indonesia. “Waktu itu kakak Andy Ajamiseba datang dan meminta nama saya dan Timo Kapisa untuk ditulis dalam syair lagu berjudul Persipura, Mutiara Hitam,”kenang Johanes yang kebetulan memiliki hubungan kekerabatan dengan Ajamiseba karena berasal dari Suku Wandamen, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat.
Waktu itu di era 1980 an ada pemisahan antara klub-klub amatir seperti Perseman Manokwari, Persipura Jayapura, Persija Jakarta, Persib Bandung, PSM Makassar, PSMS Medan. Sedangkan liga professional ada klub klub galatama Arema FC, Saribumi Raya, Yanita Utama, Warna Agung, Jayakarta dan lain-lain.
Barulah pada 1995 mulailah digabung antara klub-klub amatir dan perserikatan, hingga kini semua klub-klub amatir masuk ke klub-klub professional. Pertama dalam sejarah di Indonesia Super League (ISL) ada klub klub Papua masuk elite liga utama. Persiwa Wamena, pernah runner up ISL 2008/2009 menempati posisi runner up dan Persipura juara ISL 2008/2009
Saat itu Persipura dan Persiwa mewakili Indonesia di AFC Cup. Persiram Raja Ampat, Persidafon dan Perseru Serui tetap berada di posisi tengah kompetisi LIga Utama ISL hingga akhirnya Persidafon turun ke Liga 3. Sedangkan Persiram Raja Ampat, Perseru Serui dan Persiwa Wamena dijual ke menejemen baru dan bukan berbasis di tanah Papua lagi.
Kini hanya PSBS Biak yang menjadi Juara Liga 2 dan lolos ke Liga 1 sedangkan Persipura dan Persewar masih berjuang untuk lolos dari Liga 2 ke Liga 1 musim 2024/2025.
Tim berjuluk Mutiara Hitam sendiri mulai menapaki Liga Utama atau Divisi Utama sejak 1995 dan baru menjadi juara Liga Utama pada 2005/2006 mengalahkan Persija Jakarta di Stadion GBK April 2005. Ini artinya selama kepengurusan berubah ubah dan saat itu tidak ada konsentrasi untuk memenangkan liga utama.
Mantan pemain belakang Persipura era 1970 an Fred Imbiri alias Pesi Imbiri yang kemudian memperkuat klub Galatama Warna Agung bersama Timo Kapisa, Tinus Heipon dan Jimmy Pieters mengakui sejak kepemimpinan Persipura di bawah Ketua Umum MR Kambu dan menejer Rudy Maswi Persipura mulai bangkit dari tidur lamanya.
MR Kambu mulai mendatangkan pelatih M Rahmad Darmawan untuk membenahi dan membentuk skuad Mutiara Hitam di bawah kapten Eduard Ivakdalam. Hasilnya tidak sia-sia Mutiara Hitam memenangkan Liga 1 musim 20-5/2006 dipimpin kapten Eduard Ivakdalam. Saat itu lahirlah bintang-bintang muda Persipura Boaz T Solossa, Korinus Fingkreuw, Ian Luis Kabes, Christian Warabay dan pemain muda asal Nigeria Victor Igbonefo.
Faktor-faktor klasik dalam peralihan pengelolaan sepak bola dari amatir ke klub professional antara lain, sumber dana, menejemen, dan ketidak siapan sepak bola untuk dijual. Kalau hendak membangun sepak bola dari amatir ke professional atau sepak bola industry. Berarti harus banyak merobah banyak hal untuk membangun visi dan misi bagi industry sepak bola di tanah Papua. Hal ini menyangkut modal ekonomi, modal social (sdm), modal kultural (kemapanan/profesional) yang lebih dekat dengan bisnis.
Fakta masih menunjukan bahwa mentalitas stake holder sepak bola (pemain, pengurus, PSSI dan klub lainnya) masih bermental amatir kental dalam diri pelaku, pengelola, dan regulator sepak bola. Akibatnya bisa terjadi (1) in kompetensi (2) In Konsistensi ; (3) In transparansi.
“Jika berbicara soal transparansi menejemen keuangan PT Persipura Papua harus bisa melakukan audit keuangan dan sumber dana dari sponsor,”kata mantan menejer Persipura yang membawa Persipura dari Divisi 1 ke Divisi Utama mendiang Spencer Infandi. Hal ini menurut Infandi kala itu bisa menjadi pertimbangan tetapi yang menjadi soal semua itu harus merupakan keputusan dari para pemegang saham PT Persipura Papua.
Memang waktu itu mantan Sekretaris Umum Persipura M Thamrin Sagala kepada media lokal di Kota Jayapura menyebutkan Persipura berhasil menekan deficit. Disebutkan pada musim 2010-2011 saat Persipura menjuarai ISL tim berjuluk Mutiara Hitam mengalami deficit sebesar Rp 10 Miliar. Selanjutnya pada musim 2011-2012 Persipura defisit menurun menjadi Rp 7 Miliar. Dikatakan berkurang karena telah mendapat gelontoran sponsor dari PT Freeport dan PT Bank Papua.(Cenderawasih Pos, 27 April 2013.
Tantangan dan hambatan pengelolaan klub klub sepak bola di Indonesia semakin berkurang dana sejak adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2011 menegaskan bahwa mulai TA 2012 sudah tak ada lagi dana APBD untuk sepak bola professional.Peraturan jelas menjadi momok bagi klub-klub yang selama ini masih menggantungkan dananya dari APBD.
Mantan Ketua Umum MR Kambu saat itu kepada pers mengatakan bahwa sejak berlaga di ISL 2008/2009 Persipura sudah tidak lagi bergantung lagi kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Jayapura.”Kita tidak boleh lagi mengandalkan APBD Kota Jayapura,”kata MR Kambu dalam buku berjudul Yosim Samba Sepak Bola dari Timur, ( Sudah tak bergantung APBD, hal 67 penulis Dominggus A Mampioper)
Sementara itu Agus Susanto, mantan asisten menejer Persiwa Wamena mengatakan bahwa investor di Papua masih berpikir jika berinvestasi dalam jumlah besar bagi klub-klub sepak bola di tanah Papua. “Wajarlah namanya juga bisnis, sudah pasti hitungannya adalah untung dan rugi,”katanya.
Hal senada juga dikatakan Habel Suwai Ketua Umum Persidafon kala itu, mencari sponsor di Papua yang memiliki minat sepak bola sangat sulit. Menurut Habel Suwai dana yang dibutuhkan klub Persidafon sebanyak Rp 25 miliar. Sponsor dan dana menjadi kendala hingga akhirnya klub Persidafon turun dari Liga 1 ke Liga 3 karena tidak mampu mengikuti kompetisi Liga 1 maupun Liga 2.
Sebaliknya Benhur Tommy Mano Ketua Umum Persipura mengakui bahwa ada lima sponsor yang tertarik untuk melakukan investasi di klub berjuluk Mutiara Hitam. “ Persipura menarik investor karena dinilai layak, prestasi dan tiga kali juara ISL. Persipura dalam kompetisi ISL 2012-2013 mendapat sponsor dari PT Bank Papua dan PT Freeport Indonesia.
Prestasi Persipura inilah yang kemudian menarik sponsor antara lain PT Freeport selama dua musim 2013 dan 2014. Prestasi Mutiara Hitam menjuarai ISL, musim 2009 dab 2011, sementara posisi runner up ditorehkan pada musim 2009/2010 dan 2011/2012.
PT Freeport Indonesia selama dua musim akan menggelontorkan dana sebesar Rp 18 Miliar. Dana yang diperolah dari PT Freeport itu akan diprioritas untuk, pembinaan pemain muda, fasilitas pemain dan pengurus untuk mengikuti pertandingan serta penyediaan bonus bagi pemain yang berprestasi.
Manajer Persipura kala itu Rudy Maswi mengatakan bahwa total kebutuhan tim untuk mengikuti musim kompetisi mencapai Rp 23 Miliar permusim. Persipura juga masih mendapat tambahan dana untuk menutup kebutuhan dari sponsor lain PT Bank Papua, Telkomsel dan Semen Bosowa dari Makassar.
Sebenarnya jika disimak bahwa sebelumnya Pemerintah Kota Jayapura cukup berperan dalam menyuntik dana bagi tim berjuluk Mutiara Hitam, sejak 2005 bisa menghabiskan dana sekitar Rp 15 miliar sampai dengan Rp 20 Miliar. Sejak ISL 2008/2009 Mutiara Hitam sudah tidak lagi bergantung pada APBD Pemkot. Mantan Ketua Umum Persipura MR Kambu mengatakan bantuan PSSI dan sponsor lainnya berkisar sekitar 20 persen sehingga sisanya 80 persen masih harus dicari.
Ada beberapa sumber yang menyebut kebutuhan dana bagi Persipura berkisar antara Rp 30-50 Miliar apalagi saat itu Boaz dan kawan kawan harus mengikuti kompetisi Liga Champion Asia dan AFC. Namun sayangnya sumber itu tidak merinci berapa dana yang digunakan untuk mengontrak pemain lokal, pemain asing, akomodasi dan transportasi saat berkompetisi.
Biaya-biaya yang dikeluarkan klub Persipura yang dikutip dari PT Liga Indonesia dari buku Dr Hinca IP Panjaitan, Kedaulatan Nagara Versus Kedaulatan FIFA
No |
Nama Klub |
Pemain Lokal |
Pemain Asing |
Jumlah |
01 |
Persipura |
Rp 7.064.000.000,- |
Rp 2.550.000.000,- |
Rp 9.614.000.000,- |
Persipura dan Persiwa musim 2008/2009 sumber PT Liga Indonesia
No |
Nama Klub |
Pemain Lokal |
Pemain Asing |
Jumlah |
01 |
Persipura |
Rp 8.432.000.000,- |
Rp 3.050,000.000,- |
Rp 11.482.000.000,- |
02 |
Persiwa |
Rp 2.855.000.000,- |
Rp 2.350.000.000,- |
Rp 5.205.000.000,- |
Persipura dan Persiwa musim 2009/2010 sumber PT Liga Indonesia
No |
Nama Klub |
Pemain Lokal |
Pemain Asing |
Jumlah |
01 |
Persipura |
Rp 11.011.000.000,- |
Rp 5.340.000.000,- |
Rp 16.351.000.000,- |
02 |
Persiwa |
Rp 4.075.992.000,- |
Rp 1.674.995.200,- |
Rp 5.750.987.200,- |
Selain jumlah dan kontrak pemain ada pula persyaratan klub standar sesuai dengan aturan Indonesia Super League(ISL) waktu itu.
Aspek supporting dari sebuah klub dalam memasuki kompetisi ISL 2011-2011 sesuai dengan standar FIFA antara lain :
- Legalitas
Hampir semua klub klub sepak bola professional di Indonesia sudah memenuhi syarat aspek legalitas yang ditentukan. Meliputi status klub yang harus berbadan hukum dan dokumen-dokumen lain yang menguatkan. Kalau pun ada kekurangan, sifatnya tidak lagi pada sisi kelengkapan. Sejak ditekankan perlunya status klub yang berbadan hukum dan semua klub ISL sudah melakukan pembenahan. Persipura juga sudah berbadan hukum dengan nama PT Persipura Papua.
- Insfrastruktur
Diperkirakan tak semua peserta ISL kala itu bisa memenuhi aspek ini, beberaoa tim menunjukan infrastruktur yang dimiliki belum layak. Malah jika dicermati di beberapa klub peserta, kondisi masih kalah dengan tim tim elite divisi utama. Sebut saja Stadion Teladan Medan kala itu yang dipakai PSMS Medan, butuh perbaikan agar stadion tersebut laik dan layak untuk menggelar laga ISL. Meski begitu diperkirakan PSSi akan tetap meloloskannya sebab masih memenuhi toleransi minimal.
Kapten Persipura era 1967-1977 mendiang Hengky Heipon pernah mengusulkan agar Lapangan Arga[ura bisa menjadi markas besar Persipura. Menurut Hengky Heipon klub sebesar Persipura mestinya punya lapangan sendiri. Sampai sekarang Persipura belum memiliki stadion sendiri. Masih bermarkas di Stadion Mandala milik KONI Papua, begitu pula dengan Stadion Lukas Enembe di Kampung Harapan milik KONI Papua.
Namun mantan Ketua Umum Persipura berpendapat lain, dia katakana Stadion Mandala dipugar karena Persipura juara ISL dan akan melakoni laga AFC di Stadion Mandala. Padahal bagi Hengky Heipon stadion itu sangat penting ibarat sebuah rumah bagi klub yang menyimpan berbagai kenangan.
- Finansial
Klub-klub sudah harus menyediakan dana untuk mengikuti kompetisi termasuk klub Persipura sendiri. Klub berjuluk Mutiara Hitam mendapat sponsor dari PT Freeport Ind dan Bank Papua. Mestinya bisa digarap pemasukan dari sumber lain seperti tiket karcis dan lain-lain. Panitia Pelaksana Persipura setiap pertandingan harus menyediakan modal awal sekitar Rp 130 juta sampai dengan Rp 170 juta. Jumlah karcis harus disesuaikan dengan jumlah kursi di Stadion Mandala sekitar 15.000 kursi.
- Administrasi
Syarat ini hampir semua sudah dipenuhi oleh semua klub di Indonesia, sebab semua sudah mengetahui dan melakukannya sejak dua musim terakhir. Semua tim sudah menyiapkan syarat administrasi yang sesuai dengan regulasi PSSI. Terutama yang berkaitan dengan pengelolaan klub secara professional laiknya perusahaan yang mengejar profit.
* Supporting dan pembinaan usia muda
Dari semua aspek di atas kelihatannya supporting dan pembinaan usia muda merupakan elemen yang belum sepenuhnya siap. Jika ukuran ISL dari U21, sebagian besar sudah baik. Semua tim sudah memilikinya sejak musim lalu. Namun justru support dari materi pemain yang sudah didapatkan(ukurannya dari bukti kesepakatan kontrak) belum semuanya siap.
Soal pembinaan pemain muda pernah dilakukan mendiang La Sia mantan Kepala Dinas Olahraga Kota Jayapura mulai sejak U 15, bahkan pernah pula membentuk klub U12.
Titus Bonay, Octo Maniani, Stevie Bonsapia dan kawan kawan merupakan tim Persipura U 18 sampai menjadi tim Persipura U23. Mestinya sebuah klub harus punya Akademi Sepak Bola Persipura. Arema Malang, Persib Bandung sudah memiliki Akademi Sepak bola usia dini.
Di Papua khususnya di Kota Jayapura sudah memiliki 48 sekolah sepak bola (SSB) dan SSB Batik salah satu yang menyumbang pemain Ramai Rumakeik dan David. Minimnya kompetisi usia dini menyebabkan kurang pemain muda menunjukan kebolehannya terutama dalam Festival Sepak bola anak anak di Danone Nation Cup.(*)
Daftar Pustaka :
- Ramandey Frits dan Mampioper Arnold Dominggus, Persipura Mutiara Hitam, Sepakbola dari Negeri Cenderawasih.
- Mampioper Dominggus Arnold, Yosim Samba sepakbola dari Timur
- Kedaulatan Negara Versus FIFA, Dr Hinca IP Panjaitan
- Kliping Tabloid Bola dan Soccer
- Kliping koran, Cenderawasih Pos dan Tabloid Jubi