Dominggus Waweyai dan Soetjipto Soentoro, tandem timnas Indonesia dan Persija Jakarta

Usai laga melawan Feyenord di Rotterdam, striker timnas Dominggus Waweyai tak lagi kelihatan batang hidungnya. Ia menghilang dari timnas Indonesia dan menetap di Belanda.
Jayapura, Papua Goal– Dua pemain tim nasional Indonesia dan Persija Jakarta ini pertama kali menjadi tandem saat bermain di Perserikatan Persija Jakarta. Usai memperkuat dalam pertandingan eksebisi bersama Persikobar Persatuan Sepak Bola di Kota Baru, 1963. Pelatih Endang Witarsa merekrut dua pemain asal Papua Dominggus Waweyai dan Wim Mariawasih untuk bergabung di Persija Jakarta.
Selanjutnya pada 1964, kedua pemain asal Papua membela Persija Jakarta dalam final Perserikatan PSSI 1964. Berbeda dengan Dominggus Waweyai bergelut dalam sepak bola, Wim Mariawasih kemudian melanjutkan pendidikan guru di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta sehingga menjadi seorang guru dan ASN di Jakarta.
Adalah pelatih drg Endang Witarsah yang menduetkan Dominggus Waweyai dan Soetjipto Soentoro dalam membela timnas dan juga skuad Persija Jakara. Tak berlangsung lama kolaborasi Dominggus Waweyai dan Gareng alias Soetjipto Soentoro semakin teruju ketika keduanya berhasil membawa Persija keluar sebagai juara Perserikatan PSSI 1964.

Tandem Gareng dan si Kelinci Hitam (Black Rabbit) julukan Dominggus Waweyai terus berlanjut dari Persija sampai ke timnas Indonesia. Hengky Heipon dalam buku Persipura Sepak Bola dari Negeri Cenderawasih mengakui kalau si kelinci hitam Waweyai punya kemampuan melewati tiga sampai empat pemain belakang. “Dia punya kemampuan goreng (gocek) lawan itu sangat luar biasa,”kata Heipon dalam buku tersebut.
Menejemen Persija waktu itu memilih dokter Endang Witarsa menjadi pelatih dan merekrut para pemain muda di era 1964. Pelatih Endang Witarsa memasukan pemain pemain muda antara lain, Sinyo Aliandoe, Yudo Hadiyanto, Reni Salaki, Fam Tek Fong, Dominggus Waweyai, Supardi, Didik Kasmara, Soegito, Tahir Yusuf, dan Liem Soe Liong (Surya Lesmana).
Dua nama pemain muda lainnya yang punya pengalaman juga ikuti bergabung Kwee Tik Liong dan Soetjipto Soentoro. Pemain ini masih muda tapi pengalamannya di pentas sepak bola nasional sudah teruji.
Selanjutnya Dominggus Waweyai juga ikut gabung timnas Indonesia usai bersama Persija Jakarta meraih juara Perserikatan 1964. Sejak itu tandem Gareng dan Black Rabbit semakin tajam dan disegani.
Timnas Indonesia pada Juni 1965 mendapat kesempatan untuk menjajal klub Liga Belanda Feyenord di Rotterdam pada 9 Juni 1965. Dalam laga itu Gareng dan kawan kawan dilibas Feyenord dengan skor telak 1-6.
Sudah kalah, ada kabar buruk datang, usai laga striker timnas Dominggus Waweyai tak lagi kelihatan batang hidungnya. Ia menghilang dari timnas Indonesia dan menetap di Belanda. Apalagi di sana teman PMS di Santo Paulus Abepura, Benny Kafiar sudah berangkat duluan ke Belanda sejak 1963 dan juga rekannya Keiss van der Wek di Belanda.
Salah satu kisahnya yang menarik adalah ketika pemain pertama Papua yang memperkuat timnas Indonesia, Dominggus Waweyai lari meninggalkan timnas Indonesia pada Juni 1965.
“Saat timnas Indonesia hendak ke Belanda melawan Feyenord. Dominggus Waweyai telah menelepon salah seorang teman sekolahnya di PMS Misi Katolik (sekarang SMP YPPK Paulus Abepura) Benny Kafiar untuk menjemputnya saat tiba nanti di Belanda,” kata Benny Kasiepo warga Papua yang lama tinggal di Belanda. Demikian dikutip dari jubi.id

Saat itu ketika tim nasional Indonesia tiba dan hendak melawan klub Feyenord di Roterdam, lanjut Benny Kasiepo, aparat Indonesia menjaga ketat tim Indonesia sehingga warga Papua di Belanda sulit bertemu dengan Dominggus Waweyai.
Beruntung ada mantan pelatih Waweyai dan pemain Belanda selama di Papua, Keis van de Werk yang langsung menjemput di tengah penjagaan ketat itu.
“Kita semua sulit masuk karena gampang ketahuan, terpaksa kita minta bantuan Keis van der Werk yang datang dan mereka tidak curiga. Waktu itu mereka akan melawan tim Feyenord,” kata Kaisipo seraya menambahkan dengan tenang Keis datang dan berbincang-bincang dengan Waweyai hingga akhirnya hilang di tengah keramaian kota Rotterdam.
Keiss van der Wek adalah mantan pelatihnya di MVV Hollandia, yang tampil dalam Liga Divisi 1 Liga Hollandia.
Sayangnya selama di Belanda, Dominggus Waweyai tidak lagi bermain sepak bola dan tinggal bekerja sebagaimana warga Papua lainnya di sana.
“Waweyai tidak melanjutkan karier sepak bolanya di negeri Kincir Angin itu, hanya pemain bola Papua saat itu yang menjadi pesepak bola profesional yaitu Adolof Hanasbey,” kata Ben Kaisiepo.

Hingga kini, kata Kaisiepo sangat jarang anak anak Papua bermain bola di Liga Belanda, terakhir hanya Lodie Roembiak di Roda FC sampai ke Eintrackt Frankfurt di Liga Jerman.
Benny Kafiar dan Dominggus Waweyai adalah pemain yang ikut dalam Liga Hollandia memperkuat Missie Voetbal Vereniging (MVV) atau Perhimpunan Kesebelasan Missie. Para pemainnya berasal dari anak anak sekolah menengah asal Papua dari Asrama Katolik di Hollandia. Pemain terkenal Dominggus Waweyai dan Benny Kafiar, keduanya berteman baik pula dengan mantan pemain timnas Belanda Johan Neenskens skuad timnas Belanda Piala Dunia 1974 dan 1978. (*)